MPM.OR.ID, YOGYKARTA—Metode pemberdayaan yang dipakai oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah bukan membuat program yang kemudian diturunkan ke masyarakat, melainkan melalui assessment terlebih dahulu kemudian melibatkan masyarakat untuk penyusunan program, atau dalam istilah lain program tidak top down tapi bottom up.
Menurut Ketua MPM PP Muhammadiyah, M. Nurul Yamien, terkait hal itu maka MPM dalam menjalankan proses pemberdayaan tidak boleh menempatkan masyarakat sebagai obyek perubahan, melainkan masyarakat dijadikan atau ditempatkan posisinya sebagai objek perubahan.
Oleh karena itu, MPM dalam pemberdayaan tidak berjalan sebagai ‘solo fighter’, karena dalam pemberdayaan tidak bisa seperti itu, melainkan harus bersinergi dengan pihak-pihak lain. Termasuk dengan masyarakat, antara masyarakat dengan MPM garis koordinasinya bukan atas bawah melainkan setara.
“Itulah kenapa di MPM fasilitator yang bergerak menemani masyarakat untuk berdaya kita sebut sebagai pendamping. Pendamping artinya saling seiring sejalan, tidak atasan dan bawahan,” tutur Yaemien kepada reporter muhammadiyah.or.id, pada (28/11) di sela acara Tanam Raya Pisang Cavendis Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM) di Lamongan.
Melalui paradigma pemberdayaan tersebut, dan untuk menjaga sustainability program pemberdayaan di masyarakat, maka dibutuhkan local heroes atau aktor lokal untuk menguatkan keberlangsungan program. Oleh karena itu, kata Yamien, dalam pemberdayaan keberlanjutan MPM tidak boleh berjarak dengan aktor lokal tersebut.
Sementara itu, Ketua JATAM Lamongan Muhammad Muchsin menceritakan, dalam proses aktivitas pemberdayaan masyarakat di daerahnya dilakukan secara jamaah. Ia mencontohkan, misalnya ketika memproduksi Jamu Strong Tanah (JST) dan Prebiotik untuk tanaman, bahan pokok pembuatan JST dan Prebiotik disuplai dari JATAM Cabang dan Ranting lain di Lamongan.
“Produksi ini harus dilakukan secara berjamaah, bersinergi dan kolaborasi. Berbagai macam bahan jamu bumi tersebut dikirimkan dari berbagai Cabang dan Ranting oleh anggota Jamaah Tani. Ada dari Cabang Pucuk, Brondong, Solokuro, Turi, Sukodadi, Paciran, Laren, Kedungpring, Kembangbahu, Tikung, Maduran, Sekaran, Karanggeneng dan Babat. Kok rame banget, iya karena kami berjamaah,” tuturnya.
Selain Muchsin, juga ada Riza Azyumarridha Azra yang merupakan founder Rumah Mocaf Indonesia. Riza merupakan penggerak JATAM petani singkong di Banjarnegara, yang saat ini produk olahan singkong menjadi Mocaf telah berhasil menembus pasar ekspor ke beberapa negara di Eropa.
Selain mereka berdua, di daerah-daerah lain MPM juga memiliki aktor lokal yang mendampingi masyarakat, keberadaan mereka termasuk menjaga keberlangsungan dan ruh pemberdayaan di daera-daerah. Termasuk di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).